Fenomena Doom Spending pada Generasi Gen Z dan Tinjauan Islam
Pendahuluan
Fenomena doom spending semakin sering menjadi topik perbincangan di kalangan generasi muda, terutama pada Generasi Z, generasi yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Fenomena ini menggambarkan perilaku konsumsi berlebihan sebagai bentuk pelarian dari stres, kecemasan, atau ketidakpastian masa depan. Hal ini diperburuk dengan mudahnya akses ke layanan belanja daring dan media sosial, yang terus mendorong konsumsi melalui iklan dan konten promosi. Artikel ini akan membahas secara mendalam apa itu doom spending, mengapa perilaku ini begitu dominan di kalangan Gen Z, serta bagaimana tinjauan Islam terhadap perilaku konsumtif ini.
Apa Itu Doom Spending?
Doom spending berasal dari dua kata: “doom” yang berarti kehancuran atau malapetaka, dan “spending” yang berarti pengeluaran atau belanja. Secara harfiah, doom spending dapat diartikan sebagai perilaku belanja yang dilakukan saat seseorang merasa pesimis atau cemas akan masa depan. Ketika seseorang merasa tertekan, gelisah, atau depresi, mereka mencari pelarian dalam aktivitas konsumtif, meskipun tidak benar-benar membutuhkan barang atau jasa yang mereka beli.
Fenomena ini tidak hanya menjadi tren di kalangan dewasa muda, tetapi juga mencerminkan krisis emosional dan psikologis yang dialami banyak orang di tengah kondisi global yang tidak menentu, seperti pandemi, krisis iklim, dan ketidakpastian ekonomi.
Karakteristik Generasi Z dan Doom Spending
Generasi Z dikenal sebagai generasi yang sangat akrab dengan teknologi. Mereka tumbuh di era digital yang memungkinkan mereka untuk terhubung secara global dan mendapatkan informasi dalam sekejap. Meski hal ini memberi mereka akses ke berbagai peluang, generasi ini juga mengalami tantangan besar, seperti tekanan sosial di media, ketidakpastian pekerjaan, dan meningkatnya biaya pendidikan. Beberapa karakteristik yang membuat Gen Z rentan terhadap doom spending antara lain:
- Tingginya Penggunaan Media Sosial
Gen Z menghabiskan sebagian besar waktu mereka di platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube, di mana mereka terpapar oleh gaya hidup mewah dan tren konsumsi yang terus berubah. Iklan dan influencer yang menampilkan produk-produk mewah mendorong mereka untuk terlibat dalam belanja impulsif, meski barang yang dibeli tidak selalu mereka butuhkan. - Pengaruh Budaya Konsumerisme
Budaya konsumsi yang terus dipromosikan melalui media sosial membuat Gen Z terobsesi dengan pembelian barang-barang baru untuk tetap mengikuti tren. Mereka takut dianggap ketinggalan zaman atau kurang “up to date” oleh teman-teman mereka. - Ketidakpastian Masa Depan
Krisis ekonomi, perubahan iklim, dan pandemi global telah memperburuk kecemasan akan masa depan. Banyak dari Gen Z merasa pesimis tentang masa depan mereka, dan mereka beralih ke doom spending sebagai cara untuk merasa lebih baik secara temporer. - Ketersediaan Kemudahan Belanja Online
Dengan maraknya e-commerce dan platform belanja online, berbelanja menjadi sangat mudah dan nyaman. Hanya dengan beberapa klik, Gen Z dapat membeli barang-barang yang mereka inginkan tanpa memikirkan dampak jangka panjang pada keuangan mereka.
Baca juga: Apa itu silent walking trend olahraga baru saat ini
Dampak Doom Spending pada Gen Z
Doom spending membawa beberapa konsekuensi negatif, terutama dalam aspek keuangan dan kesehatan mental.
- Masalah Keuangan
Banyak dari Generasi Z yang belum memiliki kestabilan keuangan. Doom spending menyebabkan mereka mengeluarkan uang untuk hal-hal yang tidak penting, bahkan kadang-kadang menggunakan kartu kredit atau pinjaman online untuk membiayai gaya hidup impulsif ini. Akibatnya, mereka rentan terjebak dalam hutang dan mengalami masalah keuangan di masa depan. - Perasaan Bersalah dan Penyesalan
Setelah melakukan doom spending, banyak dari mereka yang merasa bersalah karena telah menghabiskan uang secara sembarangan. Perasaan ini hanya menambah tekanan psikologis yang mereka rasakan, menciptakan lingkaran setan di mana mereka melakukan doom spending lagi untuk mengatasi perasaan bersalah. - Meningkatkan Kecemasan dan Depresi
Meskipun belanja sementara dapat memberikan kepuasan singkat, doom spending tidak menyelesaikan masalah mendasar seperti stres dan kecemasan. Bahkan, perilaku ini cenderung memperburuk masalah kesehatan mental, karena menciptakan beban tambahan berupa kekhawatiran finansial.
Tinjauan Islam tentang Perilaku Konsumtif
Islam mengajarkan keseimbangan dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam hal keuangan. Dalam Islam, harta adalah amanah yang harus dikelola dengan bijaksana. Beberapa prinsip utama yang diajarkan dalam Islam terkait dengan perilaku konsumsi antara lain:
- Menghindari Israf (Pemborosan)
Islam sangat menekankan pentingnya menghindari israf atau pemborosan. Allah berfirman dalam Al-Quran:“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya” (QS. Al-Isra’ [17]: 26-27).
Ayat ini secara jelas menyebutkan bahwa perilaku boros adalah hal yang tidak disukai oleh Allah, dan orang yang melakukannya disamakan dengan saudara-saudara setan. Doom spending, yang cenderung merupakan bentuk pemborosan, jelas bertentangan dengan ajaran ini.
- Qana’ah (Rasa Cukup dan Bersyukur)
Islam mengajarkan umatnya untuk memiliki qana’ah, yaitu rasa cukup dan bersyukur atas apa yang dimiliki. Nabi Muhammad SAW bersabda:“Bukanlah kekayaan itu banyaknya harta benda, akan tetapi kekayaan itu adalah kekayaan jiwa (merasa cukup)” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam konteks doom spending, qana’ah adalah kunci untuk melawan dorongan untuk terus membeli barang-barang yang tidak diperlukan. Dengan bersyukur atas apa yang dimiliki, seseorang akan lebih bijak dalam menggunakan hartanya dan tidak mudah terpengaruh oleh godaan konsumsi yang tidak penting.
- Zuhud (Kesederhanaan)
Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia, tetapi sikap yang menghindari kecintaan berlebihan terhadap dunia dan harta benda. Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan umatnya untuk hidup sederhana dan tidak terikat pada harta benda. Zuhud dalam konteks doom spending berarti memiliki kontrol terhadap dorongan konsumsi dan fokus pada hal-hal yang lebih esensial dalam hidup, seperti spiritualitas dan akhlak. - Berbagi dan Bersedekah
Dalam Islam, harta yang dimiliki oleh seseorang bukanlah sepenuhnya milik pribadi. Sebagian dari harta itu adalah hak orang lain, terutama mereka yang membutuhkan. Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan untuk bersedekah dan membantu sesama. Dengan berbagi, seseorang tidak hanya mendapatkan pahala, tetapi juga menghindarkan diri dari sikap boros dan konsumtif.Allah berfirman dalam Al-Quran:
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan dengan tanganmu sendiri” (QS. Al-Baqarah [2]: 195).
Perilaku doom spending dapat diubah menjadi perilaku yang lebih produktif dengan mengarahkan sebagian harta untuk kebaikan, seperti sedekah dan zakat.
Baca juga : Tips Membimbing Anak Menjadi Hafiz Quran di Zaman Digital
Cara Mengatasi Doom Spending dalam Perspektif Islam
Untuk menghindari doom spending, berikut adalah beberapa langkah yang bisa diambil berdasarkan prinsip-prinsip Islam:
- Membangun Kesadaran Finansial
Umat Islam dianjurkan untuk mengelola harta dengan bijak dan sesuai dengan kebutuhannya. Membuat anggaran bulanan dan mencatat pengeluaran adalah cara praktis untuk menghindari perilaku konsumtif. - Menguatkan Hubungan Spiritual
Banyaknya tekanan hidup dapat diatasi dengan meningkatkan ibadah, seperti shalat, zikir, dan membaca Al-Quran. Ketenangan spiritual yang didapatkan melalui ibadah akan membantu seseorang mengatasi stres tanpa harus beralih ke konsumsi berlebihan. - Mempraktikkan Sabar dan Syukur
Sabar dalam menahan diri dari godaan konsumsi dan bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan adalah dua hal yang bisa membantu seseorang terhindar dari perilaku doom spending. Menyadari bahwa kebahagiaan sejati bukan terletak pada materi, tetapi pada ketenangan jiwa, adalah kunci untuk menjalani hidup yang lebih berkualitas.
Penutup
Doom spending adalah fenomena yang kian marak di kalangan Generasi Z, didorong oleh tekanan sosial, ketidakpastian masa depan, dan kemudahan akses ke belanja online. Islam, sebagai agama yang mengajarkan keseimbangan, menawarkan solusi untuk mengatasi perilaku konsumtif ini melalui prinsip-prinsip seperti qana’ah, zuhud, dan menghindari israf. Dengan mempraktikkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, Generasi Z dapat lebih bijaksana dalam mengelola harta mereka dan menemukan kebahagiaan yang hakiki, bukan melalui konsumsi berlebihan, tetapi melalui hubungan yang erat dengan Allah SWT dan sikap hidup yang lebih bermakna.