February 2024

Ramadhan segera tiba tapi belum bayar hutang puasa bagaimana solusinya

Ramadhan merupakan bulan yang penuh berkah bagi umat Islam. Setiap tahunnya, umat Islam di seluruh dunia menjalankan ibadah puasa sebagai salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan. Namun, seringkali ada situasi di mana seseorang belum sempat melunasi utang puasanya dari tahun sebelumnya ketika Ramadhan tiba kembali. Bagaimana pandangan dan nasihat dari para imam mazhab terkait hal ini? Mari kita eksplorasi bersama. Para ulama sepakat bahwa masa yang telah ditetapkan untuk melakukan qadha puasa Ramadhan yang terlewat adalah setelah habisnya  Ramadhan sampai bertemu lagi di Ramadhan tahun depan. Hal itu merujuk pada dalil yang didasarkan pada firman Allah SWT sebagai berikut ini: Sholat Malam dan Qiyamul Lail adalah Jalan Sunyi Para Nabi Proses Baiat Utsman Bin Affan Sebagai Khalifah Menurut Imam Bukhari Penghafal Alquran Terpilih Sebagai Ketua GP Ansor DKI Jakarta شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ “Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Alquran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.” (QS Al Baqarah 185) Ustadzah Maharati Marfuah Lc dalam bukunya berjudul Qadha dan Fidyah Puasa menjelaskan, para ulama berbeda pendapat jika selama setahun sampai bertemu lagi bulan Ramadhan di tahun depan ada seseorang yang belum melaksanakan qadha. Baca juga : Apa itu fidyah, syarat dan ketentuan yang harus dipenuhinya Mazhab Al-Hanafiyah Menurut Az-Zaila’i, salah satu ulama dari kalangan Al-Hanafiyah di dalam kitabnya Tabyin Al-Haqaiq Syarh Kanzu Ad-Daqaiq menuliskan, jika seseorang memiliki tanggungan puasa yang belum diqadha sampai datang bulan Ramadhan berikutnya, maka dia berpuasa untuk Ramadhan kedua. Karena waktu tersebut adalah waktu untuk puasa yang kedua, dan tidak diterima puasa selainya (puasa Ramadhan kedua). Kemudian setelah itu baru melakukan qadha puasa Ramadhan tahun lalu. Karena waktu tersebut adalah waktu qadha, dan tidak wajib membayar fidyah. Ustadzah Maharati mengatakan, bisa disimpulkan teks di atas menurut Az-Zaila’i, jika seseorang memiliki hutang puasa pada Ramadhan yang telah berlalu dan belum dibayar (qadha) sampai datang Ramadhan selanjutnya, maka (di bulan Ramadhan itu) dia belum boleh melakukan qadha. “Dia harus berpuasa dulu untuk Ramadhan tahun tersebut. Kemudian setelah bulan Ramadhan berlalu baru melakukan qadha puasanya, dan tidak wajib baginya membayar fidyah,” kata Ustazah Maharati dalam bukunya yang diterbitkan Rumah Fiqih Publishing. Mazhab Al-Malikiyah Ibnu Abdil Barr salah satu ulama rujukan dalam Mazhab Al-Malikiyah di dalam kitabnya menulis seperti ini. Seseorang yang mempunyai kewajiban puasa Ramadhan kemudian tidak puasa dan mengakhirkan qadha sampai masuk Ramadhan berikutnya, sedangkan ia mampu untuk melakukan qadha (sebelum datang Ramadhan kedua), maka jika dia tidak puasa pada Ramadhan tersebut wajib baginya melakukan qadha hari-hari yang ditinggalkanya dan memberi makan orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan satu mud dengan ukuran mud Nabi Muhammad SAW. “Intinya beliau (Ibnu Abdil Barr) memiliki pandangan berbeda dengan umumnya ulama mazhabnya. Beliau justru mewajibkan fidyah ketika tidak ada udzur dalam penundaanya,” jelas Ustadzah Maharati. Baca juga: Amalan sunah menyambut bulan Ramadhan Mazhab Asy-Syafiiyah An-Nawawi yang merupakan mujtahid murajjih dalam Mazhab Asy-Syafiiyah menulis dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab sebagai berikut. Ketika seseorang menunda qadha sampai masuk Ramadhan berikutnya tanpa udzur maka dia berdosa, dan wajib baginya berpuasa untuk Ramadhan yang kedua, dan setelah itu baru melakukan qadha untuk Ramadhan yang telah lalu. Juga wajib baginya membayar fidyah untuk setiap hari yang ia tinggalkan dengan hanya masuknya Ramadhan kedua. Yaitu satu mud makanan beserta dengan qadha. “Beliau (An-Nawawi) berpendapat wajib qadha sekaligus membayar fidyah karena menunda qadha sampai masuk Ramadhan berikutnya, dan menganggap pelakunya telah berdosa ketika melalaikan qadha’ tanpa ada udzur syar’i,” ujar Ustadzah Maharati. Mazhab Al-Hanabilah Ibnu Qudamah salah satu faqih dari kalangan madzhab Al-Hanabilah menuliskan dalam kitabnya Al-Mughni sebagai berikut. Ketika seseorang mengakhirkan qadha, bukan karena udzur, sampai melewati dua Ramadhan atau lebih, maka tidak wajib baginya kecuali qadha dan fidyah. Ibnu Qudamah berpendapat bahwa penundaan qadha sampai Ramadhan berikutnya mewajibkan membayar fidyah, yaitu jika dilakukan tanpa udzur. Mau menunaikan fidyah bisa melalui Lazisnur, lembaga amil zakat Resmi

Ternyata ini manfaat membayar zakat melalui lembaga zakat

Teman baik, dalam sejarah Islam, zakat dikumpulkan, dikelola dan disalurkan oleh baitul baitul maal. Baitul maal menjadi suatu lembaga yang memastikan bahwa setiap dari muslim yang tinggal di wilayah tersebut kebutuhannya dapat tercukupi. Dengan adanya baitul maal menjamin kesejahteraan masyarakat akan terjaga dan dapat dirasakan. Jika di era sekarang implementasi baitul maal ini terwujud melalui lembaga amil zakat atau Badan Amil Zakat Nasional. Membayar zakat di lembaga amil zakat memiliki banyak manfaat dan keuntungan. Berikut beberapa manfaat membayar zakat melalui lembaga. 1. Sesuai dengan Sunnah Rasulullah Saw Jika ditinjau dari sejarahnya, bahwa zakat dikelola langsung secara kolektif oleh lembaga pemerintah yang benama Baitul Maal.Dahulu kala penggalangan zakat dilakukan oleh para amil baitul maal dengan cara berkeliling menagih zakat kepada umat Islam dari pintu ke pintu. Saat zaman Rasulullah SAW memimpin, zakat fokus disalurkan untuk pembangunan daerah, mualaf, serta kaum fakir dan miskin. Cara mendistribusikan Zakat pada jaman nabi Muhammad juga tertuang dalam Hadis Nabi shallallahu alaihi wasallam berikut ini : “Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam ketika mengutus Muadz ke Yaman bersabda: Dan beritahukan kepada mereka bahwa Allah subhanahu wa ta’ala mewajibkan zakat yang diambil dari harta orang kaya di antara mereka dan dikembalikan kepada para orang-orang fakir diantara mereka “. (HR. Bukhari Muslim dari Sahabat Ibnu Abbas). 2. Aman dan Sesuai Syariah Setiap Lembaga Amil Zakat di indonesia ternyata harus memiliki izin agar dapat melakukan kegiatannya. Dalam Lembaga Amil Zakat yang formal dan legal biasanya terdapat struktur bernama Dewan Pengawas Syariah. Dewan Pengawas Syariah berfungsi untuk mengawasi apakah operasional, kebijakan, dan juga sistem yang dilaksanakan dalam lembaga sesuai dengan syariat Islam. Selain itu Pengelolaan Zakat juga harus Sesuai dengan Undang-Undang no. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, tak hanya itu agar pengelolaan zakat juga profesional terdapat mekanisme pengawasan yang berlapis (multi-layer) dan melibatkan pemangku kepentingan yang beragam (multi-stakeholders), seperti Kementerian Agama, BAZNAS, Majelis Ulama Indonesia (MUI). 3. Tepat Sasaran Lembaga Amil Zakat hadir  untuk meningkatkan kesadaran serta kepercayaan muzakki untuk menunaikan zakatnya. Lembaga Zakat akan mendistribusikan zakat secara proporsional dan tepat sasaran kepada 8 asnaf sesuai dengan yang ada dalam  Qs. At-Taubah: 60 Baca Juga : Hukum Menunda Membayar Zakat 4. Memberdayakan Pengelolaan  dan pendistribusian zakat harapannya tidak hanya menyelesaikan masalah / memenuhi kebutuhan mustahik secara sesaat, tapi juga dapat memberikan maslahat jangka panjang. Zakat melalui Rumah Zakat juga lebih berpotensi memberdayakan masyarakat untuk penyiapan program yang diperlukan pada saat krisis. program pemberdayaan seperti petani berdaya, nelayan berdaya dan lain lain. 5. Mudah dan Transparan Lembaga Amil Zakat kini sudah berkembang pesat, untuk lebih dekat terhadap muzakki, Lembaga Amil Zakat kini menyediakan beragam layanan digital dan kemudahan dalam menunaikan Zakat, Infak dan sedekah. Selain itu, dari segi sisi transparansi lembaga zakat sudah sangat transparant karena terdapat pelaporan yang ada didalamnya. 6. Memuliakan Mustahik atau Penerima Manfaat Dengan menyampaikan zakat melalui lembaga, kita juga bisa lebih memuliakan mustahik atau penerima manfaat. Mereka akan jadi lebih berdaya dengan program-program yang produktif serta kedepannya mereka akan memiliki penghasilan. Mereka tidak akan selalu menjadi mustahik, namun kedepannya akan menjadi muzakki. Itulah yang diinginkan dan ditarget dari lembaga zakat. 7. Mengurangi Pajak Tahunan Hal ini dijelaskan dalam UU No.23 tahun 2011, tentang pengelolaan zakat. Dasar hukumnya ada pada pasal 22 dan 23 ayat 1-2. Aturan dalam pasal tersebut berbunyi sebagai berut: Pasal 22: Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak. Pasal 23: Baznas atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki (pemberi zakat), dan bukti tersebut digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Untuk itu, jika sahabat menyalurkan melalui lembaga zakat resmi, maka ada kelebihan pengurangan pajak tahunan. Tentu dengan sayarat terdapat bukti sah dan legal dari lembaga bersangkutan. Lembaga juga benar-benar Lembaga Zakat yang sah dan diakui oleh negara. Untuk menunaikan zakat melalui lembaga amil zakat resmi silahkan bisa melalui Lembaga Ami Zakat Lazisnur

Apa itu fidyah, syarat dan ketentuan yang harus dipenuhinya

Pengertian Fidyah: Fidyah merupakan salah satu kewajiban dalam agama Islam yang menyangkut pembayaran kompensasi atau denda kepada mereka yang tidak mampu menjalankan ibadah puasa Ramadan. Meskipun puasa adalah kewajiban setiap Muslim dewasa dan sehat, ada beberapa kondisi yang memungkinkan seseorang untuk tidak berpuasa. Fidyah menjadi solusi bagi mereka yang tidak mampu melaksanakan puasa dengan alasan tertentu. Syarat-Syarat Wajib Fidyah: Tidak Mampu Berpuasa: Syarat utama untuk membayar fidyah adalah ketidakmampuan seseorang untuk menjalankan puasa. Ini bisa disebabkan oleh kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan atau kondisi lain yang membuat seseorang tidak bisa berpuasa tanpa merugikan kesehatannya. Penyakit Kronis: Orang yang menderita penyakit kronis yang membuatnya tidak mampu berpuasa selama satu bulan penuh dapat membayar fidyah. Hal ini mencakup penyakit-penyakit seperti diabetes, penyakit jantung, atau kondisi kesehatan lain yang memerlukan perawatan terus-menerus. Kehamilan dan Menyusui: Wanita hamil atau menyusui yang khawatir puasa akan membahayakan dirinya sendiri atau bayinya, dapat membayar fidyah. Hal ini sesuai dengan pertimbangan kesehatan bagi ibu dan anak. Usia Tua: Orang tua yang sudah lanjut usia dan tidak mampu menjalankan ibadah puasa juga termasuk dalam kategori yang dapat membayar fidyah. Kondisi kesehatan yang melemah seiring bertambahnya usia bisa menjadi alasan untuk tidak berpuasa. Tidak Ada Harapan Sembuh: Jika seseorang mengalami penyakit atau kondisi kesehatan yang tidak memiliki harapan untuk sembuh atau membaik, dia dapat membayar fidyah sebagai gantinya. Orang meninggal:  Orang meninggal juga termasuk ke dalam kategori yang harus menunaikan fidyah. Dalam kategori ini, ada wali atau orang yang masih hidup untuk membantu membayarkan fidyah sesuai ketentuan. Berdasarkan fiqih Syafi’i, kategori ini terbagi ke dalam dua jenis, di antaranya: 1). Orang meninggal yang tidak wajib difidyahi karena disebabkan oleh uzur atau tidak memiliki kesempatan untuk mengganti utang puasa. Misalnya, ketika seseorang mengalami sakit hingga ia meninggal dunia. 2). Orang meninggal yang wajib difidyahi karena sebelumnya masih memiliki kesempatan untuk mengganti puasa, tetapi tidak dilakukan. Sehingga ahli waris atau wali harus membayarkan fidyah menggunakan harta peninggalan orang yang meninggal jika memang mencukupi. Namun, mengacu pada beberapa pendapat, ada juga yang menyebutkan bahwa ahli waris atau wali boleh memilih antara membayar fidyah atau melaksanakan puasa untuk orang yang meninggal tersebut. Baca juga : Perdagangan yang tidak akan merugi tadabur Surat Al Fatir ayat 29 Dalil-Dalil Fidyah dalam Al-Quran dan Hadis: Dalil Al-Quran: Aturan pembayaran fidyah ini pun tertuang dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 184 yang berbunyi: “…..Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan orang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” Hadis Rasulullah SAW: Dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada fidyah bagi seseorang yang mampu berpuasa, kecuali karena alasan perjalanan atau sakit.” (HR. Bukhari dan Muslim) Penjelasan Ulama: Ulama memberikan penjelasan lebih lanjut terkait syarat-syarat fidyah berdasarkan hadis-hadis Rasulullah SAW. Mereka memberikan pemahaman mendalam mengenai kondisi-kondisi di mana fidyah dapat dikeluarkan.Baca Juga : Amalan sunah menyambut bulan Ramadhan Ketentuan Pembayaran Fidyah: Jumlah Fidyah: Jumlah fidyah yang harus dibayar adalah sebesar nilai makanan pokok yang setara dengan satu hari berpuasa. Nilai ini dapat berubah tergantung pada kondisi ekonomi dan geografis setiap daerah. Makanan Pokok Lokal: Sebaiknya fidyah dibayar dalam bentuk makanan pokok lokal yang umumnya dikonsumsi di wilayah tersebut. Hal ini bertujuan untuk memberikan manfaat maksimal kepada masyarakat setempat. Diberikan kepada Yang Membutuhkan: Fidyah sebaiknya diberikan kepada mereka yang membutuhkan, seperti fakir miskin atau orang-orang yang sedang dalam keadaan kesulitan ekonomi. Memberikan fidyah kepada orang yang berhak mendapatkannya merupakan bagian dari konsep zakat dan kepedulian sosial dalam Islam. Waktu Pembayaran: Fidyah dapat dibayar sebelum atau selama bulan Ramadan, tetapi sebaiknya segera setelah mengetahui bahwa seseorang tidak dapat berpuasa. Pembayaran fidyah yang cepat akan memastikan manfaatnya dapat dirasakan oleh yang membutuhkan lebih awal. Cara Membayar Fidyah: Seperti yang diketahui, fidyah bisa dilakukan dengan cara membayar sejumlah uang untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Pembayaran ini bisa Anda lakukan melalui lembaga amil zakat Lazisnur. Besaran fidyah yang perlu dibayarkan minimal sebesar 1 mud, atau setara dengan 3/4 liter makanan pokok. Ada pula ulama yang mengatakan, besaran fidyah sebanyak 2 mud atau setara 1,5 kg makanan pokok. Ada pula yang mengatakan sebanyak 1 sha atau setara dengan 2,75 liter makanan pokok. Namun, lebih baik membayarnya dengan memberikan makan orang miskin cukup untuk sehari makan (3x sehari) dengan porsi yang cukup mengenyangkan. Jadi fidyah disesuaikan dengan harga satu porsi makanan yang standar yang berlaku. untuk nominal fidyah di Lazisnur Rp45.000 untuk 3x makan mustahik dalam sehari, lengkap dengan lauk. KLIK link ini untuk membayar fidyah : Bayar Fidyah Kesimpulan: Fidyah merupakan salah satu bentuk rahmat dan kemudahan yang diberikan Islam bagi mereka yang tidak mampu menjalankan ibadah puasa Ramadan. Dengan memahami syarat-syarat, ketentuan, dan cara membayar fidyah, umat Muslim dapat melaksanakan kewajiban agama mereka dengan penuh tanggung jawab dan kepedulian sosial. Semoga pemahaman mendalam tentang fidyah ini dapat membantu meningkatkan kesadaran umat Muslim dalam menjalankan ibadah dengan sebaik-baiknya sesuai ajaran Islam.

Scroll to Top