April 2025

Cahaya Ramadhan: Inilah Hasil Kebaikan Anda Selama Ramadhan 1446 H

Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, rahmat, dan ampunan. Di bulan suci ini, umat Islam dari seluruh penjuru dunia berlomba-lomba dalam kebaikan, memperbanyak ibadah, dan berbagi kepada sesama. Momentum ini menjadi waktu yang sangat istimewa, terutama bagi mereka yang ingin menebar manfaat seluas-luasnya kepada umat. Lazisnur sebagai lembaga amil zakat tingkat kabupaten Bogor, kembali menghadirkan program tahunan bertajuk “Cahaya Ramadhan 1446 H” yang dilaksanakan dari tanggal 1 hingga 30 Ramadhan. Program ini dirancang untuk menyebarkan semangat kebaikan dan membantu masyarakat yang membutuhkan, khususnya yatim, dhuafa, guru, dan warga pra-sejahtera di berbagai wilayah.                                                                                                 Total Penerima Manfaat: 3.093 Jiwa Alhamdulillah, dengan izin Allah SWT dan dukungan dari para donatur yang dermawan, relawan yang tak kenal lelah, serta mitra yang setia membersamai perjuangan ini, program Cahaya Ramadhan 1446 H berhasil menjangkau 3.093 penerima manfaat. Jumlah ini merupakan akumulasi dari berbagai kegiatan utama yang dirancang untuk memberikan keberkahan dan kebahagiaan selama bulan suci Ramadhan. Rincian Program Cahaya Ramadhan 1446 H 1. Berbagi Buka Puasa – 927 Penerima Manfaat Program ini menjadi salah satu kegiatan yang paling dinanti setiap tahunnya. Memberikan buka puasa kepada mereka yang sedang menjalankan ibadah puasa tidak hanya meringankan beban mereka, tetapi juga menjadi ladang pahala yang besar bagi para muhsinin. Sebanyak 927 paket buka puasa telah dibagikan kepada santri, dan warga sekitar pesantren, jamaah masjid atau mushala. Menu yang diberikan berupa makanan bergizi yang disiapkan dengan penuh cinta dan kepedulian. Suasana penuh haru dan syukur terpancar dari wajah para penerima manfaat saat mereka menerima hidangan buka puasa. 2. Berbagi Takjil – 627 Penerima Manfaat Takjil merupakan salah satu simbol khas Ramadhan. Dengan semangat berbagi yang tinggi, Lazisnur juga menyalurkan 627 paket takjil yang terdiri dari aneka makanan ringan dan minuman segar untuk membatalkan puasa. Program ini dilaksanakan di beberapa titik strategis seperti masjid, mushola, pesantren di area Bogor. 3. Bingkisan Lebaran Cinta Guru – 323 Penerima Manfaat Para guru, khususnya guru swasta dan guru ngaji, adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang terus berjuang mencerdaskan generasi bangsa meski dalam keterbatasan. Untuk itulah Lazisnur menyelenggarakan program Bingkisan Lebaran Cinta Guru yang ditujukan sebagai bentuk penghargaan dan apresiasi kepada mereka. Sebanyak 323 guru menerima bingkisan lebaran berisi kebutuhan pokok dan perlengkapan hari raya. Senyum bahagia mereka adalah bukti bahwa kebaikan sekecil apapun bisa sangat berarti bagi para pendidik. 4. Bingkisan Lebaran Yatim dan Dhuafa – 147 Penerima Manfaat Hari raya adalah momen spesial untuk semua, termasuk mereka yang hidup dalam keterbatasan. Dalam program ini, 147 anak yatim dan keluarga dhuafa mendapatkan bingkisan lebaran agar mereka bisa merasakan kebahagiaan di hari kemenangan. Isi dari bingkisan ini disesuaikan dengan kebutuhan pokok dan perlengkapan hari raya seperti pakaian, makanan, dan kebutuhan sehari-hari lainnya. 5. Santunan Yatim dan Dhuafa – 202 Penerima Manfaat Selain bingkisan, Lazisnur juga menyalurkan santunan dalam bentuk dana tunai kepada 202 anak yatim dan dhuafa. Dana ini bertujuan untuk memberikan keleluasaan mereka dalam memenuhi kebutuhan menjelang dan saat hari raya. Program santunan ini juga menjadi media edukasi tentang pentingnya memperhatikan anak-anak yatim dan fakir miskin sebagaimana diajarkan dalam Al-Quran dan hadits Nabi SAW. 6. Penyaluran Zakat Fitrah – 867 Penerima Manfaat Zakat fitrah adalah kewajiban setiap Muslim sebagai bentuk pembersih jiwa dan penyempurna ibadah puasa. Dalam program Cahaya Ramadhan, Lazisnur dipercaya untuk menyalurkan zakat fitrah dari para muzakki kepada mustahik yang berhak menerimanya. Alhamdulillah, 867 jiwa telah menerima manfaat dari program ini. Penyaluran dilakukan secara langsung dengan memperhatikan adab dan tata cara syar’i. Terima Kasih Kami untuk Anda Semua Kesuksesan program Cahaya Ramadhan 1446 H ini tentu tidak lepas dari peran banyak pihak yang dengan tulus hati bergabung dan berkontribusi dalam segala bentuknya. 1. Para Donatur: Dermawan Tanpa Pamrih Kepada seluruh donatur yang telah mengamanahkan zakat, infak, dan sedekahnya melalui Lazisnur, kami ucapkan: Jazakumullah khairan katsiran. Semoga setiap rupiah yang Anda keluarkan menjadi saksi amal jariyah yang terus mengalir pahalanya. Semoga Allah lipatgandakan keberkahan harta, keluarga, dan kehidupan Anda semua. Tanpa kontribusi Anda, tidak mungkin kami dapat menjangkau ribuan penerima manfaat ini. 2. Para Relawan: Pejuang Sunyi Tanpa Lelah Terima kasih kami sampaikan kepada para relawan Lazisnur yang telah mengorbankan waktu, tenaga, bahkan hari libur mereka demi memastikan bantuan sampai kepada mereka yang berhak. Relawan adalah ujung tombak yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Mereka adalah tangan-tangan kebaikan yang mewujudkan visi kemanusiaan dan keberkahan Ramadhan. 3. Mitra dan Komunitas Apresiasi setinggi-tingginya juga kami haturkan kepada para mitra, komunitas lokal, pengurus masjid, RT/RW, dan seluruh pihak yang telah mendukung logistik, distribusi, hingga publikasi program. Kolaborasi ini menjadi bukti nyata bahwa kebaikan akan selalu menemukan jalannya saat kita bergandeng tangan. Harapan dan Doa Kami Kami berdoa, semoga program Cahaya Ramadhan ini terus tumbuh dari tahun ke tahun. Semoga Allah SWT menerima semua amal ibadah, memperbaiki niat dan langkah kita, serta menjadikan kita semua sebagai insan yang senantiasa mencintai kebaikan dan menebar manfaat. Semoga setiap senyum yang tercipta dari para penerima manfaat menjadi doa kebaikan yang kembali kepada Anda semua yang telah terlibat.

THR Ludes, Tabungan Menipis? Yuk Bangkit Finansial Bareng di Bulan Syawal!

Bulan Syawal datang membawa angin segar setelah satu bulan penuh umat Islam menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Di momen ini, umat Muslim disibukkan dengan silaturahmi, open house, hingga euforia Lebaran yang penuh suka cita. Namun, setelah perayaan usai, banyak keluarga justru menghadapi kenyataan yang kurang menyenangkan: tabungan menipis, utang konsumtif bertambah, dan THR (Tunjangan Hari Raya) sudah ludes. Di tengah situasi global yang tidak menentu, dengan ancaman resesi dunia dan inflasi yang meningkat, bulan Syawal justru bisa menjadi momentum bagi keluarga Muslim untuk memulai “hijrah finansial”. Momen ini sangat tepat untuk mengevaluasi kondisi keuangan, memperbaiki kebiasaan konsumtif, dan mulai membangun pondasi keuangan keluarga yang lebih kuat dan berkah. 1. Realita Finansial Keluarga Setelah Lebaran Fenomena “kantong kering” pasca-Lebaran bukanlah hal baru. Banyak keluarga cenderung menghabiskan THR untuk kebutuhan Lebaran, mulai dari baju baru, makanan, mudik, hingga amplop untuk sanak saudara. Sayangnya, sebagian besar pengeluaran ini bersifat konsumtif dan tidak meninggalkan nilai jangka panjang. Menurut survei keuangan rumah tangga, lebih dari 60% keluarga di Indonesia mengalami defisit anggaran setelah Lebaran. Artinya, pengeluaran mereka lebih besar dari pemasukan. Belum lagi, banyak yang mengambil cicilan atau pinjaman hanya untuk memenuhi gaya hidup Lebaran. Inilah saatnya bulan Syawal dijadikan momen refleksi: bukan hanya memperbaiki hubungan sosial melalui silaturahmi, tetapi juga memperbaiki hubungan kita dengan harta yang telah Allah titipkan. 2. Evaluasi Pengeluaran Ramadhan dan Lebaran Langkah pertama untuk bangkit secara finansial adalah melakukan evaluasi keuangan. Catat seluruh pengeluaran selama Ramadhan hingga Lebaran. Pisahkan antara kebutuhan dan keinginan. Dari sana, kita bisa melihat pos mana yang terlalu besar dan perlu dikontrol di tahun berikutnya. Contoh: Pengeluaran mudik: Rp3.000.000 Baju Lebaran: Rp1.500.000 THR untuk keluarga: Rp2.000.000 Konsumsi dan hampers: Rp2.500.000 Hiburan/liburan: Rp1.000.000 Total: Rp10.000.000 Jika pendapatan atau THR hanya Rp6.000.000, artinya ada defisit Rp4.000.000 yang bisa jadi ditutupi dengan tabungan atau bahkan utang. Ini perlu dievaluasi agar tidak menjadi pola berulang setiap tahun. 3. Reset Finansial di Bulan Syawal Bulan Syawal dalam bahasa Arab bermakna “peningkatan”. Setelah Ramadhan menjadi bulan latihan spiritual dan pengendalian diri, Syawal seharusnya menjadi momentum untuk memperbaiki kualitas hidup, termasuk dalam hal finansial. a. Menyusun Ulang Anggaran Bulanan Mulailah dengan membuat ulang anggaran bulan Syawal dan bulan-bulan ke depan. Pastikan setiap pengeluaran sesuai prioritas. Gunakan rumus sederhana: 50% kebutuhan pokok (makan, tempat tinggal, transport) 30% tabungan/investasi 10% sedekah/zakat 10% hiburan atau kebutuhan lain b. Fokus pada Dana Darurat Jika tabungan menipis, target utama bulan Syawal adalah membangun kembali dana darurat. Idealnya, dana darurat sebesar 3-6 bulan biaya hidup. Ini penting untuk menjaga stabilitas keluarga di tengah ketidakpastian ekonomi. c. Stop Gaya Hidup Konsumtif Syawal bukan saatnya mempertahankan gaya hidup Lebaran yang boros. Kurangi makan di luar, belanja online, dan pengeluaran tidak penting. Ingat, puasa mengajarkan kita hidup sederhana. Pertahankan semangat itu! d. Lunasi Utang Konsumtif Jika ada utang kartu kredit, paylater, atau cicilan konsumtif, prioritaskan untuk segera melunasi. Beban bunga yang tinggi bisa menggerus keuangan keluarga. 4. Amalan Syawal yang Berkah dan Berdampak Finansial Islam mengajarkan keseimbangan antara urusan dunia dan akhirat, termasuk dalam keuangan. Ada beberapa amalan Syawal yang bisa berdampak langsung maupun tidak langsung pada keberkahan finansial keluarga: a. Puasa 6 Hari di Bulan Syawal Selain berpahala besar, puasa ini melatih kita untuk terus hidup sederhana. Ini bisa jadi rem terhadap gaya hidup boros. b. Sedekah dan Infak Rutin Meski keuangan belum stabil, jangan tinggalkan sedekah. Sedekah bisa jadi “investasi langit” yang mendatangkan keberkahan dan rezeki tak terduga. c. Membayar Zakat dengan Tepat Pastikan kita sudah membayar zakat harta jika sudah wajib. Zakat adalah pembersih harta dan salah satu jalan memperlancar rezeki. d. Silaturahmi = Rezeki Dalam hadis disebutkan bahwa menyambung silaturahmi bisa memperpanjang umur dan meluaskan rezeki. Gunakan momen Syawal untuk memperkuat jaringan sosial dan membuka peluang baru, baik usaha maupun pekerjaan. Baca juga: Kafarat nadzar, apa dan bagaimana 5. Tips Praktis Mengelola Keuangan Keluarga Setelah Lebaran Agar tidak terjebak pola “besar pasak daripada tiang” setelah setiap Lebaran, berikut beberapa tips praktis yang bisa diterapkan: a. Buat Pos Tabungan Khusus Ramadhan & Lebaran Mulailah menabung dari sekarang untuk kebutuhan Ramadhan dan Lebaran tahun depan. Sisihkan sedikit setiap bulan agar tidak mengandalkan THR 100%. b. Ajak Seluruh Keluarga Melek Finansial Libatkan pasangan dan anak-anak dalam diskusi keuangan. Ajarkan anak menabung dan membedakan antara kebutuhan dan keinginan. c. Gunakan Sistem Amplop atau Budgeting Digital Untuk mempermudah kontrol keuangan, pisahkan pos-pos pengeluaran bulanan. Bisa dengan amplop fisik atau aplikasi pengelola keuangan seperti Dompetku, Finansialku, atau Spendee. d. Cari Sumber Penghasilan Tambahan Gunakan skill atau aset yang dimiliki untuk mencari tambahan penghasilan. Bisa dari jualan online, freelance, atau membuka usaha kecil-kecilan. e. Ikut Program Keuangan Islami Bergabunglah dengan koperasi syariah, arisan produktif, atau investasi halal yang bisa membantu meningkatkan kesejahteraan keluarga. Baca juga: Investasi Emas Usai Lebaran: Tren atau Kesadaran Finansial Islami? 6. Menyambut Masa Depan dengan Finansial yang Lebih Sehat Bulan Syawal bukan hanya soal euforia setelah Idulfitri. Lebih dari itu, Syawal bisa menjadi titik balik untuk membangun masa depan keuangan yang lebih sehat dan berkah. Kondisi global memang sedang tidak stabil, ancaman resesi ada di depan mata. Tapi dengan manajemen keuangan yang baik, gaya hidup sederhana, dan kepercayaan pada keberkahan Allah, setiap keluarga Muslim bisa bertahan, bahkan tumbuh. Jadikan Syawal ini sebagai titik awal. Mulai dari evaluasi, ubah kebiasaan boros, perkuat amalan spiritual, dan ajak keluarga untuk tumbuh bersama. Insya Allah, langkah kecil yang dilakukan hari ini akan menjadi pondasi besar untuk masa depan yang lebih baik. Penutup: Rezeki Tak Selalu Soal Jumlah, Tapi Keberkahan Setelah Ramadhan yang penuh keberkahan, jangan biarkan Syawal berlalu begitu saja. Jadikan Syawal sebagai momentum untuk mengevaluasi dan membenahi keuangan keluarga. Ingat, rezeki yang berkah tidak selalu soal jumlah, tapi soal cukupnya, manfaatnya, dan dampaknya bagi keluarga dan sesama. Yuk bangkit finansial bareng di bulan Syawal. Niatkan sebagai bagian dari ibadah, agar setiap rupiah yang kita kelola menjadi jalan menuju ridha-Nya.

Kafarat nadzar, apa dan bagaimana

Pernah bernazar tapi ingin membatalkan nazar itu, apakah ada tebusan/Kafarat yg hrs ditunaikan? Jawaban: Bismillah walhamdulillah was sholaatu wassalam’ala Rasulillah, wa ba’du. Menunaikan nazar adalah wajib, meskipun pada asalnya mengucapkan nazar ini hukumnya makruh, bahkan sebagian ulama memandangnya haram. Dasarnya adalah sabda Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, إنه لا يرد شيئا ، وإنما يستخرج به من الشحيح “Sungguh nazar itu tidak dapat menolak takdir. Sungguh nazar itu keluar dari sifat kikir.” (HR. Bukhori dan Muslim) Meski pada dasarnya makruh, namun jika nazar sudah terucap, wajib ditunaikan. Allah menyebutkan diantara ciri penduduk surga adalah orang-orang yang menunaikan nazarnya. يُوفُونَ بِٱلنَّذۡرِ وَيَخَافُونَ يَوۡمٗا كَانَ شَرُّهُۥ مُسۡتَطِيرٗا Mereka menuaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.(QS. Al-Insan : 7) Jika nazar tidak mampu ditunaikan, ada kewajiban yang harus dilakukan sebagai penebusnya, yaitu menunaikan kafarot. Apakah Kafarat Nazar? Sahabat Uqbah bin Amir meriwayatkan hadis dari Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda: كفارة النذر كفارة اليمين “Tebusan melanggar nazar sama dengan tebusan melanggar sumpah. (HR. Muslim) Kafarat sumpah yaitu: [1] membebaskan budak. [2] memberikan makan atau pakaian kepada sepuluh orang miskin. [3] puasa tiga hari. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah ta’ala, لَا يُؤَاخِذُكُمُ ٱللَّهُ بِٱللَّغۡوِ فِيٓ أَيۡمَٰنِكُمۡ وَلَٰكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا عَقَّدتُّمُ ٱلۡأَيۡمَٰنَۖ فَكَفَّٰرَتُهُۥٓ إِطۡعَامُ عَشَرَةِ مَسَٰكِينَ مِنۡ أَوۡسَطِ مَا تُطۡعِمُونَ أَهۡلِيكُمۡ أَوۡ كِسۡوَتُهُمۡ أَوۡ تَحۡرِيرُ رَقَبَةٖۖ فَمَن لَّمۡ يَجِدۡ فَصِيَامُ ثَلَٰثَةِ أَيَّامٖۚ ذَٰلِكَ كَفَّٰرَةُ أَيۡمَٰنِكُمۡ إِذَا حَلَفۡتُمۡۚ وَٱحۡفَظُوٓاْ أَيۡمَٰنَكُمۡۚ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمۡ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ Allah tidak menghukum kalian disebabkan sumpah-sumpah kalian yang tidak disengaja. Tetapi Allah menghukum kalian disebabkan sumpah-sumpah yang kalian sengaja. Maka kafaratnya (jika kalian melanggar sumpah) ialah : memberikan makanan kepada sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluarga kalian, atau memberi mereka pakaian atau memerdekakan seorang hamba sahaya. Siapa tidak mampu melakukannya, maka (kafaratnya) berpuasalah tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpah kalian apabila kalian bersumpah. Dan jagalah sumpah kalian. Demikianlah Allah menerangkan hukum-hukum-Nya kepad kalian agar kamu bersyukur. (QS. Al-Ma’idah : 89) Baca Juga: Investasi Emas Usai Lebaran: Tren atau Kesadaran Finansial Islami? Teknis Penunaian Kafarat Tiga kafarat di atas boleh dipilih semampunya, tidak harus dipilih secara urut. Mampunya puasa ya puasa. Mampunya memberi makan sepuluh orang miskin ya silakan. Imam Al Baghawi rahimahullah menerangkan, كل من لزمته كفارة اليمين فهو فيها مخير إن شاء أطعم عشرة من المساكين ، وإن شاء كساهم ، وإن شاء أعتق رقبة Setiap orang yang mendapat kewajiban menunaikan kafarot sumpah (dan juga nazar, pent), dia boleh memilih sekehendaknya. Jika dia ingin memilih memberi makan sepuluh orang miskin silahkan, atau memberi mereka pakaian juga silahkan, atau ingin membebaskan bedak. (Lihat : Tafsir Al Baghawi pada tafsiran surat Al-Ma’idah ayat 89 di atas) Teknisnya jika ingin membayar kafarot berupa makanan untuk sepuluh orang miskin orang: [1] Kadar makanan dan pakaian. Dijelaskan oleh Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, كل واحد كيلو ونصف من الرز أو التمر أو الحنطة كفى ذلك، وإن كسوت كل واحد قميصاً كفى ذلك Masing-masing orang miskin mendapat 1,5 kg beras atau kurma atau gandum, itu sudah cukup. Jika berupa pakaian, cukup setiap orang miskin mendapat satu baju. (https://binbaz.org.sa/fatwas/8915/كفارة-النذر-وحكمه-اذا-قيد-بالمشيىة) Mengingat di negeri kita beras merupakan makanan pokok, kafarat nazar jika berupa makanan kita tunaikan berupa beras 1,5 kg. Akan lebih afdhol jika ditambahkan lauk pauk, namun tidak wajib. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala, مِنۡ أَوۡسَطِ مَا تُطۡعِمُونَ أَهۡلِيكُمۡ Yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluarga kalian. (QS. Al-Ma’idah : 89) [2] Kafarot berupa makanan dan pakaian tidak boleh diberikan kepada satu orang miskin. Tapi harus dibagi rata kepada sepuluh orang miskin. [3] Kafarat makanan harus ditunaikan berupa makanan, tidak bisa diganti dengan uang. Karena dalam ayat yang menerangkan tentang kafarat pelanggaran sumpah di atas, tegas disebutkan “makanan”, إِطۡعَامُ عَشَرَةِ مَسَٰكِينَ مِنۡ أَوۡسَطِ مَا تُطۡعِمُونَ أَهۡلِيكُمۡ Memberikan makanan kepada sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluarga kalian. (QS. Al-Ma’idah : 89). Ini berdasarkan pendapat yang kami pandang kuat diantara perbedaan pendapat ulama yang ada. Wallahua’lam bis shawab. Syekh Shalih Al Utsaimin rahimahullah menjelaskan, فإن الواجب اتباع النص في هذه الأمور، ولعل للشارع نظراً لا تدركه عقولنا في هذه التعيينات التي قد يظن البعض أنها من أجل مصلحة الفقير المحضة، فيرى أن الدراهم أفضل أو أحب إلى الفقير من الإطعام فيعدل عن الإطعام إليها، ولكننا نرى أن مثل هذه الأمور يجب التوقف فيها على ما ورد به الشرع ولا يتجاوز فيها ما جاء به الشرع. Kewajiban kita dalam hal seperti ini adalah mengikuti dalil. Barangkali syariat memiliki pandangan maslahat yang tidak dijangkau oleh akal kita, dalam ketentuan-ketentuan ini. Boleh jadi sebagian kita menduga, demi semata kemaslahatan orang fakir, membayar kafarat dengan uang lebih utama dan lebih disukai si fakir daripada makanan. Sehingga memotivasinya membayar kafarat dengan uang. Namun kami berpandangan dalam masalah seperti ini, kita cukup berpegang pada penjelasan yang disebutkan oleh dalil, tidak menyimpang dari penjelasan syariat. Baca Juga : Ramadan Usai, Apa Selanjutnya? Temukan Jawabannya di Sini! Nazar yang Harus Dikafarati Semua jenis nazar, baik nazar berupa ibadah, namun dia tidak mampu menunaikannya, seperti jika dagangan hari ini habis, tahun depan saya mau umrah. Atau nazar berupa maksiat, seperti jika besuk Jumat turun hujan, saya mau nyuri durian tetangga. Hanya saja, nazar berisi maksiat, tidak boleh ditunaikan. Namun jika sudah terucap, wajib menunaikan kafarot sebagai tebusan nazar. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, لا نذر في معصية وكفارته كفارة يمين Tidak sah nazar untuk bermaksiat, namun kafarotnya tetap ada, berupa kafarot sumpah. (HR. Abu Dawud, dinilai shahih oleh Syekh Albani). Beliau shalallahu alaihi wa sallam juga menegaskan, من نذر أن يطيع الله فليطعه ، ومن نذر أن يعصيه فلا يعصيه Siapa bernazar untuk beribadah kepada Allah, maka lakukanlah. Dan siapa bernazar untuk bermaksiat, maka jangan lakukan. (HR. Bukhari) Kecuali satu jenis nazar yang tidak ada kewajiban kafarat, yaitu bernazar melakukan sesuatu yang mustahil. Seperti jika nilaiku di semester ini cumlaude, aku mau jadi putri duyung atau terbang ke langit tujuh. (Lihat : Fatawa Sayabakah Islamiyah no. 1125) Sekian. Wallahua’lam bis showab. Sumber : Konsultasisyariah.com

Investasi Emas Usai Lebaran: Tren atau Kesadaran Finansial Islami?

Setelah perayaan Idulfitri atau Lebaran setiap tahunnya, masyarakat Indonesia memasuki fase yang tidak kalah sibuk dari bulan Ramadan itu sendiri. Selain arus balik, wisata keluarga, dan belanja kebutuhan sekunder, fenomena yang mulai menonjol dalam beberapa tahun terakhir adalah lonjakan pembelian emas oleh masyarakat, khususnya umat Muslim. Menariknya, kecenderungan ini bukan hanya soal tren investasi, tapi juga mencerminkan tingkat literasi keuangan berbasis nilai-nilai Islam yang semakin meningkat. Artikel ini akan mengulas secara mendalam fenomena pembelian emas usai Lebaran, bagaimana pandangan Islam dan para pakar ekonomi syariah terhadapnya, serta pentingnya pemahaman tentang zakat emas sebagai bagian dari kesadaran spiritual dalam mengelola harta. Fenomena Investasi Emas Pasca Lebaran Lebaran identik dengan berkah finansial. Mulai dari Tunjangan Hari Raya (THR), bonus tahunan, hingga pemasukan tambahan dari usaha musiman Ramadan. Setelah pengeluaran untuk konsumsi, mudik, dan zakat fitrah, sebagian masyarakat menemukan dirinya masih memiliki sisa dana yang cukup besar. Dalam situasi ini, banyak yang kemudian memilih untuk membeli emas sebagai bentuk investasi. Fenomena ini tercermin dari data penjualan emas di berbagai platform digital dan konvensional seperti Pegadaian, toko emas tradisional, maupun e-commerce berbasis syariah. Dalam kurun waktu dua hingga tiga pekan pasca Lebaran, peningkatan transaksi pembelian emas bisa mencapai 20–30% dibandingkan bulan-bulan biasa. Faktor Pendorong Fenomena Ini: Sisa Dana THR dan Bonus Banyak pekerja formal mendapatkan THR dan bonus tahunan yang tidak sepenuhnya digunakan selama Lebaran. Sisa dana ini sering dialokasikan untuk investasi. Kesadaran Akan Nilai Emas Masyarakat semakin menyadari bahwa emas adalah instrumen lindung nilai terhadap inflasi yang telah terbukti selama berabad-abad. Ketidakpastian Ekonomi Dalam situasi global yang tidak menentu, seperti fluktuasi nilai tukar, krisis geopolitik, dan pandemi, emas dianggap sebagai aset safe haven. Budaya Menabung dalam Emas Menabung emas bukan hal baru bagi masyarakat Indonesia. Di banyak daerah, emas telah menjadi simbol kekayaan dan alat simpan nilai sejak lama. Meningkatnya Akses dan Literasi Keuangan Platform digital berbasis syariah yang menjual emas membuat investasi ini semakin mudah dan transparan. Ini meningkatkan partisipasi masyarakat. Pandangan Islam tentang Investasi Emas Islam sebagai agama yang sempurna tidak hanya mengatur aspek spiritual, tetapi juga aspek ekonomi dan keuangan umatnya. Dalam literatur Islam klasik maupun kontemporer, emas telah dikenal sebagai salah satu bentuk kekayaan yang sah dan dapat digunakan untuk berbagai transaksi. Dalam Islam, investasi adalah bagian dari ikhtiar manusia untuk menjaga dan mengembangkan harta. Selama dilakukan dengan cara yang halal, investasi tidak hanya diperbolehkan, tetapi juga dianjurkan. Prinsip Investasi Emas dalam Syariah: Bebas Riba Islam melarang riba (bunga), sehingga investasi emas harus dilakukan tanpa unsur bunga. Artinya, pembelian dan penjualan emas tidak boleh ada tambahan imbal hasil berbasis waktu. Transparansi dan Kepastian (Tidak Gharar) Transaksi emas harus jelas: jumlah, kualitas, harga, dan penyerahannya. Spekulasi berlebihan atau transaksi yang tidak jelas dilarang. Dilakukan Secara Nyata (Qabdh) Khusus untuk emas fisik, Islam menganjurkan adanya pemindahan kepemilikan secara nyata, tidak hanya berupa janji atau spekulasi. Tujuan yang Baik dan Etis Investasi seharusnya dilakukan bukan hanya untuk mencari untung, tetapi juga sebagai sarana menjaga kesejahteraan keluarga dan membantu sesama. Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) maupun ulama internasional seperti Dr. Yusuf al-Qaradawi menyebutkan bahwa investasi emas diperbolehkan selama memenuhi prinsip muamalah Islam. Baca Juga: Ramadan Usai, Apa Selanjutnya? Temukan Jawabannya di Sini! Perspektif Pakar Ekonomi Syariah Para pakar ekonomi syariah di Indonesia melihat fenomena ini sebagai perkembangan positif. Menurut Dr. Adiwarman Karim, pakar ekonomi Islam dan anggota Dewan Syariah Nasional MUI, lonjakan pembelian emas pasca Lebaran mencerminkan “pergeseran dari gaya hidup konsumtif ke produktif” di kalangan umat Muslim. “Kita mulai melihat bahwa masyarakat tidak hanya memikirkan konsumsi, tetapi juga perlindungan aset dan keberlanjutan ekonomi keluarga. Ini sangat positif dari sisi ekonomi mikro syariah,” ujarnya. Sementara itu, Dr. Irfan Syauqi Beik, pakar zakat dan wakaf dari IPB University, menekankan pentingnya literasi zakat emas dalam fenomena ini. Ia menyatakan, “Masyarakat yang berinvestasi emas perlu tahu bahwa emas juga termasuk objek zakat. Artinya, investasi ini punya konsekuensi spiritual dan sosial yang harus dipenuhi.” Pakar lain seperti Dr. M. Syafii Antonio juga menggarisbawahi pentingnya menjadikan emas sebagai bagian dari portofolio halal yang berimbang, bukan satu-satunya bentuk investasi. Diversifikasi dalam syariah tetap dianjurkan. Zakat Emas: Aspek Spiritual dari Investasi Investasi dalam Islam tidak lepas dari nilai-nilai ibadah. Salah satu aspek penting dari kepemilikan emas adalah kewajiban untuk membayar zakat emas jika sudah memenuhi syarat. Apa Itu Zakat Emas? Zakat emas adalah zakat atas harta kekayaan berupa emas yang telah mencapai nisab (batas minimal) dan haul (telah dimiliki selama satu tahun Hijriyah). Zakat ini termasuk dalam kategori zakat maal (harta). 1. Nisab Zakat Emas Nisab zakat emas setara dengan 20 dinar, yang bila dikonversi ke satuan modern setara dengan 85 gram emas murni. Jika seseorang memiliki emas dengan berat tersebut atau lebih selama satu tahun, maka ia wajib mengeluarkan zakat. 2. Haul (Masa Kepemilikan) Zakat emas wajib dikeluarkan setelah emas tersebut dimiliki selama satu tahun Hijriah penuh. Jika belum mencapai satu tahun, zakat belum diwajibkan. 3. Besaran Zakat Emas Kadar zakat emas adalah 2,5% dari total kepemilikan. Contoh: Jika seseorang memiliki 100 gram emas selama satu tahun, zakatnya adalah 2,5 gram. 4. Perhiasan: Wajib Zakat atau Tidak? Ulama berbeda pendapat mengenai perhiasan emas yang dipakai sehari-hari. Mayoritas ulama (Mazhab Syafi’i dan Maliki) menyatakan tidak wajib dizakati jika digunakan secara wajar. Namun, perhiasan yang berlebihan atau tidak dipakai (hanya disimpan), tetap wajib dizakati. 5. Cara Menunaikan Zakat Emas Zakat dapat diberikan dalam bentuk emas itu sendiri atau dikonversi ke rupiah sesuai harga emas saat itu. Penyalurannya bisa melalui: Lembaga Amil Zakat (BAZNAS, LAZ) Masjid setempat Langsung kepada mustahik (8 golongan penerima zakat) Tantangan dan Harapan Meskipun fenomena investasi emas pasca Lebaran menunjukkan arah positif, masih ada tantangan yang harus dihadapi: Kurangnya Literasi Zakat Emas: Banyak masyarakat belum menyadari bahwa emas investasi juga wajib dizakati. Akses Informasi yang Tidak Merata: Di wilayah pedesaan, edukasi tentang investasi syariah dan zakat masih terbatas. Tumpang Tindih Antara Tradisi dan Syariah: Sebagian orang masih membeli emas hanya berdasarkan budaya atau kebiasaan, tanpa memikirkan aspek syariah dan tanggung jawab sosial. Namun demikian, harapan tetap besar. Pemerintah, lembaga keuangan syariah, dan tokoh agama memiliki peran penting dalam mendorong: Edukasi Keuangan Syariah di berbagai level masyarakat. Inovasi

Ramadan Usai, Apa Selanjutnya? Temukan Jawabannya di Sini!

Ramadan telah berlalu, meninggalkan jejak spiritual yang mendalam bagi umat Islam. Setelah sebulan penuh menjalani ibadah puasa, menahan hawa nafsu, memperbanyak amal saleh, serta mempererat hubungan dengan Allah SWT, tibalah kita di bulan Syawal. Bulan ini dibuka dengan Hari Raya Idulfitri, momen penuh kebahagiaan dan kemenangan. Namun, di balik perayaan ini tersimpan sebuah makna besar: kembali ke fitrah. Apa sebenarnya makna kembali ke fitrah? Dan bagaimana kita menjaga semangat Ramadan agar tidak hilang begitu saja? Artikel ini akan membahas makna kembali ke fitrah, bagaimana menyikapi Syawal dengan benar, serta langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk menjaga semangat ibadah dan sosial pasca-Ramadan. Apa Itu Fitrah? Secara bahasa, fitrah berarti asal kejadian atau keadaan asli. Dalam konteks keislaman, fitrah merujuk pada kondisi suci dan bersih yang menjadi sifat dasar manusia saat diciptakan oleh Allah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum: 30) Ayat ini menunjukkan bahwa Islam sejalan dengan fitrah manusia. Dalam konteks Idulfitri, kembali ke fitrah berarti kembali kepada kesucian jiwa, kebersihan hati, serta kepatuhan total kepada Allah SWT. Ramadan sebagai Sarana Pembersih Jiwa Ramadan sejatinya adalah madrasah ruhani yang membersihkan jiwa dari segala kotoran dosa dan hawa nafsu. Puasa bukan hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga latihan pengendalian diri dan kesabaran. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa Ramadan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim) Artinya, orang yang sungguh-sungguh menjalankan ibadah Ramadan dengan niat yang benar dan keikhlasan, maka akan kembali dalam keadaan bersih, seperti bayi yang baru lahir. Inilah yang dimaksud dengan kembali ke fitrah. Kembali ke Fitrah: Bukan Akhir, tapi Awal Sayangnya, banyak orang yang salah kaprah memaknai Idulfitri. Seolah-olah, setelah Ramadan selesai, maka ibadah dan kedekatan dengan Allah juga ikut selesai. Padahal, Idulfitri seharusnya menjadi titik tolak untuk kehidupan yang lebih baik secara spiritual dan sosial. Kembali ke fitrah adalah momen untuk menjaga kesucian jiwa yang telah dibersihkan selama Ramadan. Maka setelah Ramadan, seharusnya semangat ibadah, kepedulian sosial, dan kesungguhan menjalani syariat tetap dijaga dan ditingkatkan. Baca juga: Kafarat dalam Islam: Pengertian, Jenis, dan Dalil Al-Qur’an yang Wajib Diketahui Langkah-langkah Menjaga Semangat Pasca-Ramadan Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menjaga semangat ibadah dan sosial setelah Ramadan: 1. Melanjutkan Ibadah Sunnah Contoh paling utama adalah puasa enam hari di bulan Syawal. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa Ramadan kemudian diikuti dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR. Muslim) Puasa ini menjadi bukti bahwa semangat Ramadan masih hidup dalam diri seseorang. Selain puasa, perbanyak juga shalat sunnah, membaca Al-Qur’an, dan dzikir harian. 2. Menjaga Konsistensi Ibadah Wajib Jangan sampai semangat shalat lima waktu yang rajin dijaga selama Ramadan justru kendor setelahnya. Kembali ke fitrah berarti tetap istiqamah dalam melaksanakan kewajiban utama sebagai Muslim. 3. Melanjutkan Sedekah dan Kepedulian Sosial Ramadan mengajarkan kita untuk peduli kepada sesama. Jangan biarkan semangat memberi dan berbagi hanya berhenti di bulan Ramadan. LAZISNUR sebagai lembaga amil zakat bisa menjadi wadah untuk menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah sepanjang tahun. 4. Menjaga Silaturahmi Syawal identik dengan tradisi saling bermaafan. Ini harus dijaga bukan hanya di awal bulan Syawal saja, tapi sepanjang tahun. Silaturahmi merupakan bagian dari fitrah sosial manusia yang harus dirawat. “Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung tali silaturahmi.” (HR. Bukhari dan Muslim) 5. Bertobat dan Terus Memperbaiki Diri Kembali ke fitrah juga berarti kembali kepada Allah dengan taubat nasuha. Jadikan Ramadan sebagai titik balik untuk meninggalkan maksiat dan kebiasaan buruk. “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya…” (QS. At-Tahrim: 8) Kembali ke fitrah bukan hanya seremoni, tapi komitmen untuk hidup lebih bersih secara spiritual dan sosial. Ramadan telah membersihkan hati dan jiwa, dan Syawal adalah waktunya untuk mempertahankan dan meningkatkan kebersihan itu. Jangan biarkan semangat Ramadan lenyap begitu saja. Jadikan Syawal sebagai titik awal kehidupan yang lebih baik, lebih taat, lebih peduli, dan lebih bermanfaat.

Scroll to Top