Pendahuluan: Makna Kurban dan Utang dalam Islam
Setiap kali menjelang Idul Adha, umat Muslim di seluruh dunia diingatkan akan ibadah kurban, sebagai bentuk pengorbanan, ketakwaan, dan kepedulian sosial. Namun, muncul satu pertanyaan penting di tengah masyarakat: “Apakah seseorang yang masih memiliki utang boleh berkurban?” Pertanyaan ini tidak hanya berkaitan dengan kemampuan finansial, tetapi juga menyangkut keabsahan ibadah serta tanggung jawab moral dan hukum terhadap utang.
Dalam kehidupan modern, utang sering kali menjadi bagian dari realitas ekonomi, entah itu untuk kebutuhan pokok, biaya kesehatan, pendidikan, hingga pembelian rumah. Di sisi lain, kurban adalah ibadah yang memiliki keutamaan besar dalam Islam. Maka penting bagi setiap Muslim untuk mengetahui prioritas yang benar dalam menjalankan dua kewajiban ini.
Artikel ini akan membahas secara lengkap bagaimana pandangan Islam terkait orang yang masih memiliki utang namun ingin berkurban, merujuk pada pendapat ulama seperti Buya Yahya dan Ustadz Abdul Somad (UAS), serta meninjau pandangan mazhab dan fatwa lembaga keislaman.
Kurban: Ibadah Sunnah yang Dianjurkan
Kurban adalah ibadah yang sangat dianjurkan (sunnah muakkadah) bagi umat Muslim yang mampu. Praktik ini berasal dari kisah Nabi Ibrahim AS yang bersedia mengorbankan putranya, Ismail AS, sebagai bukti kepatuhan total kepada Allah. Namun Allah mengganti Ismail dengan seekor domba, dan peristiwa ini menjadi asal mula pelaksanaan ibadah kurban.
Kurban dilaksanakan setiap tanggal 10–13 Dzulhijjah dan biasanya berupa penyembelihan hewan ternak seperti kambing, sapi, atau unta. Dagingnya dibagikan kepada keluarga, kerabat, dan terutama orang-orang yang membutuhkan.
Keutamaan kurban antara lain adalah:
- Mendapatkan pahala besar dari Allah SWT
- Sebagai bentuk ketaatan dan ketakwaan
- Mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub)
- Menumbuhkan solidaritas dan kepedulian sosial
Namun demikian, ibadah ini hanya diwajibkan kepada mereka yang mampu secara finansial. Oleh karena itu, perlu pertimbangan matang bagi mereka yang masih menanggung utang.
Utang dalam Pandangan Islam: Kewajiban yang Harus Ditunaikan
Utang dalam Islam bukan perkara sepele. Ia adalah kewajiban yang harus dilunasi karena menyangkut hak sesama manusia. Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Jiwa seorang mukmin tergantung karena utangnya sampai dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi)
Bahkan, Nabi Muhammad SAW pernah menunda menyolatkan jenazah seseorang yang masih memiliki utang, sampai utangnya dilunasi oleh sahabat lain. Ini menunjukkan betapa seriusnya perkara utang dalam Islam.
Islam mendorong umatnya untuk tidak mudah berutang, kecuali dalam kondisi darurat. Jika seseorang memiliki kemampuan untuk membayar, maka melunasi utang menjadi prioritas utama daripada melaksanakan ibadah sunnah, termasuk kurban.
Namun, ada pengecualian yang akan dibahas lebih lanjut: apakah semua jenis utang menghalangi seseorang untuk berkurban? Bagaimana jika utangnya bersifat jangka panjang atau sudah ada skema pelunasannya?
Baca Juga : Hukum Qurban Bagi Orang Yang Mampu Menurut Imam 4 Madzhab
Penjelasan Ulama: Buya Yahya dan Ustadz Abdul Somad (UAS) tentang Utang dan Kurban
1. Buya Yahya
Dalam berbagai kajian dan ceramahnya, Buya Yahya menjelaskan bahwa hukum berkurban bagi orang yang punya utang tergantung pada kondisi utangnya. Jika utangnya besar dan mendesak, atau belum ada kepastian pelunasan, maka sebaiknya tidak berkurban dulu. Utang yang menjadi kebutuhan pokok seperti untuk makan, sekolah, atau berobat, tentu harus didahulukan.
Namun, jika seseorang memiliki utang namun sudah terjadwal dengan baik (misalnya cicilan rumah atau kendaraan), dan tetap memiliki kelebihan uang, maka boleh berkurban.
“Kalau ada uang lebih dan tidak mengganggu kewajiban bayar utang, silakan berkurban. Tapi kalau berkurban justru membuat utang makin berat, maka jangan,” jelas Buya Yahya.
2. Ustadz Abdul Somad (UAS)
UAS juga menyampaikan pandangan serupa. Dalam beberapa kesempatan, beliau menekankan pentingnya memprioritaskan hak orang lain (utang) dibandingkan dengan ibadah sunnah.
“Kalau punya utang, jangan sampai berkurban tapi utangnya terbengkalai. Karena kurban itu untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk pamer atau gengsi,” ujar UAS.
Namun, ia juga menambahkan bahwa jika utangnya tidak mengganggu cash flow dan ada kelebihan dana, maka tidak dilarang berkurban.
Studi Kasus dan Skenario: Mana yang Harus Didahulukan?
Studi Kasus 1: Ahmad memiliki utang Rp 5 juta untuk biaya pendidikan anaknya. Ia belum memiliki rencana jelas untuk membayarnya. Tahun ini, ia ingin membeli kambing seharga Rp 2,5 juta untuk kurban.
Solusi: Ahmad sebaiknya tidak berkurban. Prioritaskan pelunasan utang terlebih dahulu karena belum ada kepastian dalam pelunasannya.
Studi Kasus 2: Siti punya cicilan rumah sebesar Rp 1 juta per bulan, dan masih berjalan 5 tahun. Namun, ia menerima bonus tahunan dari kantor sebesar Rp 5 juta dan kebutuhan lainnya telah terpenuhi.
Solusi: Siti boleh berkurban jika dana untuk kurban tidak mengganggu kewajiban cicilannya.
Studi Kasus 3: Budi memiliki utang kepada teman sebesar Rp 1 juta yang harus dibayar akhir bulan. Saat Idul Adha tinggal dua minggu lagi, ia punya tabungan Rp 3 juta.
Solusi: Budi bisa membayar utangnya dulu, kemudian melihat sisa dana. Jika cukup, ia boleh membeli kambing kurban dengan harga terjangkau.
Baca Juga : Ibadah Qurban tiap tahun atau cukup sekali seumur hidup
Fatwa Lembaga Islam & Mazhab Fikih
Beberapa lembaga fatwa dan ulama dari mazhab fikih juga telah memberikan panduan:
- Mazhab Syafi’i dan Hanafi: Menyebutkan bahwa kurban hukumnya sunnah muakkadah. Jadi, tidak wajib bagi yang tidak mampu, termasuk orang berutang.
- Majelis Ulama Indonesia (MUI): Dalam beberapa fatwanya, MUI menegaskan bahwa mendahulukan kewajiban utang lebih utama dibandingkan ibadah sunnah.
- Fatwa Dar al-Ifta Mesir: Menyebutkan bahwa berkurban diperbolehkan selama utang bukan utang konsumtif dan ada kemampuan finansial.
Kesimpulan dan Rekomendasi bagi Umat Muslim
Dari berbagai penjelasan di atas, dapat disimpulkan:
- Utang adalah kewajiban yang harus ditunaikan segera dan lebih diutamakan dibanding ibadah sunnah.
- Berkurban boleh dilakukan selama tidak mengganggu pelunasan utang dan masih memiliki kemampuan finansial.
- Perlu niat yang lurus: jangan berkurban karena gengsi, tetapi karena ingin mendekatkan diri kepada Allah.
- Jika belum mampu, tidak perlu memaksakan diri. Allah tidak membebani hamba-Nya di luar kemampuan.
FAQ Seputar Utang dan Kurban
1. Bolehkah berkurban dengan cara mencicil hewan kurban? Boleh, selama cicilannya tidak mengganggu kewajiban utang dan kebutuhan pokok.
2. Bagaimana jika sudah bernazar akan berkurban, tapi masih punya utang? Nazar adalah kewajiban. Jika sudah bernazar, maka wajib ditunaikan meskipun sedang punya utang. Namun bisa didiskusikan dengan ahli fikih.
3. Apakah boleh berkurban atas nama orang tua yang sudah wafat sementara kita masih punya utang? Jika utang belum lunas, sebaiknya lunasi dulu. Kurban untuk orang tua boleh jika sudah mampu.
4. Apakah hewan kurban bisa patungan? Ya, khususnya untuk sapi atau unta yang boleh diikutkan oleh tujuh orang.
5. Jika ragu antara melunasi utang atau berkurban, apa yang harus dilakukan? Konsultasikan pada ustadz atau ulama terdekat. Namun secara umum, lunasi utang terlebih dahulu.
Penutup
Ibadah kurban adalah bentuk ketaatan yang luar biasa, namun jangan sampai melalaikan kewajiban yang lebih utama, yaitu membayar utang. Islam adalah agama yang seimbang, memprioritaskan hak Allah tanpa melupakan hak sesama manusia.
Semoga artikel ini bisa menjadi panduan yang bermanfaat dalam mengambil keputusan menjelang Idul Adha. Semoga Allah memberkahi niat baik kita semua. Aamiin.