Pinjol untuk Biaya Kuliah: Antara Kebutuhan dan Jeratan Riba

Pendahuluan

Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan pinjaman online (pinjol) untuk membayar biaya kuliah menjadi fenomena yang mengkhawatirkan. Di tengah meningkatnya biaya pendidikan, banyak mahasiswa mencari jalan pintas untuk menutupi kekurangan dana. Proses pengajuan yang cepat, syarat yang mudah, dan dana yang segera cair membuat pinjol tampak seperti solusi praktis.

Namun di balik kemudahan itu, tersembunyi konsekuensi berat — bukan hanya secara finansial, tapi juga secara moral, spiritual, dan hukum Islam. Sebab, sebagian besar pinjol menerapkan bunga yang termasuk dalam kategori riba, suatu praktik yang secara tegas diharamkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

Tulisan ini akan mengulas fenomena pinjol untuk biaya kuliah dari sudut pandang ekonomi syariah, membahas hukum Islam terhadap pinjaman berbunga, serta memberikan alternatif solusi halal bagi para pelajar dan mahasiswa yang membutuhkan bantuan dana pendidikan.


1. Fenomena Pinjol di Kalangan Mahasiswa

Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa hingga tahun 2024, jumlah pengguna aktif layanan pinjaman online di Indonesia mencapai lebih dari 48 juta akun. Dari jumlah itu, kelompok usia 21–30 tahun menempati posisi terbesar. Ini menunjukkan bahwa generasi muda, termasuk mahasiswa, menjadi target utama layanan pinjaman digital.

Motif utamanya beragam:

  • Biaya kuliah dan kebutuhan akademik,

  • Pembelian laptop atau perangkat belajar,

  • Biaya kos, transportasi, dan konsumsi,

  • Bahkan kebutuhan gaya hidup.

Kemudahan memperoleh pinjaman tanpa jaminan sering kali membuat mahasiswa terjebak. Mereka tidak menyadari bunga tinggi yang dikenakan, hingga akhirnya kesulitan membayar. Dalam banyak kasus, utang pinjol justru menumpuk karena denda keterlambatan yang terus bertambah — kondisi yang memperparah beban psikologis dan moral.

Fenomena ini juga menyingkap lemahnya literasi keuangan syariah di kalangan muda. Mereka paham pentingnya menuntut ilmu, tetapi belum memahami prinsip mencari biaya dengan cara halal dan bebas dari praktik riba.


2. Islam Mengakui Kebutuhan, Tapi Menolak Riba

Islam adalah agama yang realistis dan penuh kasih. Syariat tidak menutup mata terhadap kebutuhan manusia, termasuk kebutuhan akan pendidikan. Dalam kerangka maqashid syariah, menjaga akal (hifzh al-‘aql) adalah salah satu tujuan utama, dan pendidikan merupakan sarana untuk mencapainya.

Namun demikian, Islam juga sangat tegas dalam menjaga harta (hifzh al-mal) agar tidak tercemar oleh praktik haram. Itulah sebabnya, meskipun pendidikan penting, cara mendapatkan dananya tetap harus halal.

Allah SWT berfirman:

“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
(QS. Al-Baqarah: 275)

Ayat ini menjadi dasar utama larangan riba dalam Islam. Tambahan sekecil apapun yang disyaratkan dalam transaksi utang-piutang termasuk dalam kategori riba.

Rasulullah SAW bersabda:

“Rasulullah melaknat pemakan riba, pemberi riba, penulisnya, dan dua saksinya.”
(HR. Muslim, no. 1598)

Dari hadits ini, jelas bahwa semua pihak yang terlibat dalam transaksi riba mendapatkan dosa, meskipun niatnya bukan mencari keuntungan, melainkan karena kebutuhan. Maka, meminjam uang untuk kuliah dengan bunga tetap tidak diperbolehkan.


3. Jenis dan Analisis Pinjaman Online dalam Perspektif Syariah

Secara umum, layanan pinjaman online dapat dibedakan menjadi dua kategori utama:

a. Pinjol Konvensional

Pinjol konvensional mengenakan bunga atau biaya tambahan tetap yang dihitung berdasarkan persentase dan waktu. Misalnya, pinjaman Rp2 juta harus dikembalikan Rp2,400 juta dalam 30 hari. Tambahan Rp400 ribu itulah yang termasuk riba nasi’ah, yaitu tambahan karena penundaan pembayaran.

Walaupun disebut “biaya administrasi”, jika nominalnya berbanding lurus dengan jumlah pinjaman dan waktu, maka tetap tergolong riba.

b. Pinjol Syariah

Beberapa platform digital kini mengklaim beroperasi dengan prinsip syariah. Akad yang digunakan antara lain:

  • Qardhul Hasan (pinjaman kebajikan tanpa bunga),

  • Murabahah (jual beli dengan margin keuntungan yang disepakati di awal),

  • Ijarah (sewa jasa).

Namun, perlu diwaspadai bahwa tidak semua “pinjol syariah” benar-benar sesuai syariat. Beberapa di antaranya hanya menggunakan label “syariah” tetapi tetap menerapkan margin bunga terselubung. Oleh karena itu, penting memastikan bahwa platform tersebut memiliki izin resmi dari OJK dan diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS).

Baca Juga : Cara Keluar dari Riba yang Tak Pernah Diajarkan di Buku Keuangan


4. Bolehkah Berutang untuk Biaya Kuliah?

Islam tidak melarang seseorang berutang, selama:

  1. Ada kebutuhan mendesak,

  2. Akadnya jelas dan halal,

  3. Ada niat dan kemampuan untuk melunasi.

Rasulullah SAW pernah berutang untuk kebutuhan keluarga, namun selalu melunasinya tepat waktu. Dalam hadits riwayat Bukhari disebutkan bahwa beliau bersabda:

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik dalam membayar utang.”
(HR. Bukhari, no. 2393)

Berutang untuk pendidikan boleh, selama tidak melibatkan bunga atau tambahan riba. Bila pinjaman berasal dari lembaga konvensional yang mengenakan bunga, maka hukumnya haram, karena akadnya bertentangan dengan prinsip syariah.

Syaikh Yusuf al-Qaradawi dalam Fiqh al-Riba menegaskan:

“Tidak diperbolehkan seseorang melakukan transaksi riba, walaupun dengan tujuan kebutuhan mendesak, kecuali jika dalam kondisi darurat yang mengancam keselamatan jiwa.”

Artinya, biaya kuliah bukanlah kondisi darurat yang membolehkan pelanggaran syariat, sebab tidak termasuk kategori darurat syar’iyyah.


5. Dampak Spiritual dan Sosial dari Utang Riba

Selain masalah hukum, utang berbunga membawa dampak spiritual yang berat. Rasulullah SAW menyebut riba sebagai salah satu dosa besar:

“Riba memiliki tujuh puluh tiga pintu (tingkatan dosa), yang paling ringan seperti seseorang berzina dengan ibunya.”
(HR. Ibnu Majah, no. 2274)

Riba juga menghilangkan keberkahan dari harta. Dalam QS. Al-Baqarah: 276, Allah berfirman:

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.”

Orang yang membiayai pendidikannya dengan utang berbunga bisa jadi tetap lulus dan sukses secara duniawi, tetapi keberkahan ilmunya berkurang. Ia mungkin memperoleh gelar, namun kehilangan ketenangan batin dan keberkahan rezeki.

Secara sosial, praktik pinjol juga menciptakan masalah baru: stres, depresi, ancaman dari penagih, dan hubungan keluarga yang retak karena tekanan utang. Semua ini merupakan dampak nyata dari sistem ekonomi yang tidak berpijak pada prinsip syariah.


6. Alternatif Solusi Halal untuk Biaya Kuliah

Islam selalu menawarkan solusi yang lebih baik dan berkah. Berikut beberapa cara halal untuk membiayai kuliah tanpa terjerat pinjol riba:

a. Beasiswa Pendidikan

Banyak kampus, lembaga pemerintah, maupun yayasan Islam menyediakan program beasiswa. Ini termasuk bentuk hibah (tabarru’), sehingga penerimanya tidak memiliki kewajiban mengembalikan dana.

b. Qardhul Hasan (Pinjaman Tanpa Bunga)

Konsep ini diperbolehkan dalam Islam. Mahasiswa bisa mencari lembaga zakat, masjid, atau komunitas yang menyediakan dana sosial bergulir tanpa bunga. Peminjam hanya mengembalikan pokok pinjaman sesuai kemampuan.

c. Dana Pendidikan Syariah / Crowdfunding

Kini terdapat platform crowdfunding berbasis syariah yang menyalurkan donasi dari masyarakat untuk membantu biaya kuliah pelajar dan mahasiswa dhuafa. Akadnya berupa infak atau hibah, bukan utang.

d. Kerja Paruh Waktu

Bekerja sambil kuliah bukanlah hal tabu dalam Islam. Rasulullah SAW bersabda:

“Tidaklah seseorang makan makanan yang lebih baik daripada hasil kerja tangannya sendiri.”
(HR. Bukhari, no. 2072)

Dengan bekerja halal, mahasiswa bukan hanya membiayai pendidikannya secara mandiri, tapi juga mendapat keberkahan dari hasil jerih payahnya.

Baca Juga :Riba Nggak Cuma di Bank, Nih Contohnya di Kehidupan Kita


7. Pentingnya Literasi Keuangan Syariah

Fenomena pinjol menunjukkan bahwa banyak generasi muda belum memahami prinsip dasar ekonomi Islam. Karena itu, meningkatkan literasi keuangan syariah menjadi keharusan.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan:

  • Edukasi keuangan syariah di sekolah dan kampus.

  • Sosialisasi bahaya riba dan praktik keuangan halal.

  • Kolaborasi antara lembaga pendidikan dan lembaga zakat untuk menyediakan bantuan dana pendidikan syariah.

  • Penguatan komunitas mahasiswa muslim yang saling membantu secara sosial dan ekonomi.

Ketika generasi muda memahami nilai syariah dalam keuangan, mereka tidak hanya akan terhindar dari riba, tapi juga membangun masa depan yang lebih berkah.


8. Kesimpulan

Mengambil pinjaman online untuk biaya kuliah tampak seperti solusi mudah, namun dari sudut pandang Islam, itu adalah jalan yang berisiko tinggi terhadap keberkahan hidup. Islam tidak menolak utang, tetapi tegas melarang riba.

Menuntut ilmu adalah ibadah mulia, dan hendaknya ditempuh dengan cara yang diridhai Allah. Jika dibiayai dari harta yang haram, maka keberkahannya bisa sirna. Sebaliknya, jika dijalani dengan kesabaran, usaha halal, dan doa, maka Allah akan memberi jalan keluar dan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.

“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar baginya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.”
(QS. At-Thalaq: 2–3)

Semoga para pelajar dan mahasiswa Muslim dapat menuntut ilmu dengan cara yang halal dan penuh berkah, menjauhi riba, serta menjadi generasi yang berilmu dan bertakwa.


Daftar Pustaka / Referensi

  1. Al-Qur’anul Karim.

  2. HR. Muslim, no. 1598; HR. Ibnu Majah, no. 2274; HR. Bukhari, no. 2072 dan 2393.

  3. Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Riba, Dar al-Tauzi’ wa al-Nasyr al-Islamiyyah.

  4. Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Statistik Fintech Lending 2024.

  5. Dewan Syariah Nasional MUI, Fatwa DSN No. 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Al-Qardh.

  6. Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan, Al-Mulakhkhash al-Fiqhi, Riyadh: Maktabah al-Ma’arif, 2005.

  7. Muamalah Daily, Pinjol untuk Biaya Kuliah: Tinjauan Fiqh Muamalah, April 2025.

  8. Kementerian Agama RI, Panduan Ekonomi Syariah dan Keuangan Islam, 2023.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top